Selasa, 09 Agustus 2011

Hari Kemerdekaan Indonesia

Tidak banyak orang tahu bahwa hari Kemerdekaan Indonesia sebenarnya juga bertepatan dengan tanggal 9 amadhan 1366 H. Ini terbukti dengan ditulisnya pada alinea ke 3 yang berbunyi "Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa ..." ini terbukti bahwa tanggal 17 Agustus 1945 juga bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1366 H. Hal ini bukan KEBETULAN !. Coba kita pikirkan, kalau semua yang terjadi di dunia ini hanyalah "kebetulan" seharusnya dengan "kebetulan" tersebut, kita sebagai manusia pasti akan mati beberapa waktu yang lalu, tetapi semua ini telah dirancang oleh Allah SWT. Jadi sekali lagi saya ucapkan Selamat Hari Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia

Bubarkan KPK? Kenapa?

Sepekan terakhir ini jagat politik di negeri ini kembali heboh. Bagaimana tidak, sebagai buntut dari pengakuan Nazaruddin yang menuding salah seorang pimpinan KPK tersangkut suap/korups, Ketua DPR-RI, Marzuki Alie melontarkan pernyataan: Bubarkan saja KPK! Pasalnya, menurut dia, selama ini KPK diharapkan memberikan hasil yang signifikan dalam memimpin upaya pemberantasan korupsi ditingkat legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun, sampai saat ini KPK dinilai tidak bisa memenuhi harapa tersebut, “KPK adalah lembaga ad hoc. Kalau lembaga ad hoc ini sudah tidak bisa dipercaya, apa gunanya kai dirikan lembaga ini? Nyatanya, tidak membawa perubahan juga, jadi lebih banyak manuver politik daripada memberantas korupsi,” kata Marzuki Alie di Gedung DPR, Jakarta (Kompas, 29 Juli 2011).

Pro-kontra atas pernyataan Marzuki Alie pun bermunculan. Sebagai menilai wajar, bahkan mendukung. Sebagaian lagi mengecam. Yang mendukung antara lain Ketua Umumdan juga sebagai pendiri Partai Demokrat, Subur Budhisantoso. “Saya setuju KPK dibubarkan kalau memang orang-orangnya semuanya tidak bebas dari masalah,” kata Subur di Jakarta, Sabtu (detiknews.com, 30 Juli 2011).

Adapun yang mengancam antara lain mantan Wapres Jusuf Kalla (JK), alasannya antara lain dan tidak bukan adalah kalau KPK saja sekarang tidak dipercaya, bagaimana dengan DPR yang dari dahulu tidak dipercaya, apakah harus dibubarkan juga? “Kalau berpikir Marzuki Alie seperti itu, maka DPR juga harus dibubarkan karena banyak anggota DPR yang salah juga,” unjar JK di sela-sela diskusi di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), di jalan Proklamasi, Jakarta Pusat (okezone.com, 30 Juli 2011). Sementara itu, pengacara senior Adnan Buyung Nasution mengatakan, “Kalau dia mau bubarkan KPK, bubarkan saja Partai Demokrat (PD), bubarkan DPR!” kata Adnan di Museum Nasional (republika.co.id, 30 Juli 2011).


Lautan Menguap

“Dan apabila lautan menjadikan meluap”. (Q.S. Al-Infithaar 82:3)





Lautan meluap adalah kejadian pada hari kimat nanti. Bagaimana bisa terjadi? Kita tidak perlu banyak bertanya tentang hal itu. Itulah kejadian yang mesti terjadi atas kekuasaan Allah SWT. Apalagi sepanjang pengetahuan empiris sehari-hari, batas jangkauan air laut pada saat pasang sudah diketahui sampai batas tertentu. Begitu juga batas air pada surut. Karena itulah rumah-rumah para nelayan di pingiran pantai dibangun pada tempat yang terdekat dengan garis pasang. Ternyata, rumah-rumah itu tidak terkena terjangan ombak.

Volume air laut secara keseluruhan tampaknya tidak pernah berkurang dan tidak pernah bertambah, kecuali pada batas-batas garis pasang dan garis surut. Karena itu, ketika Al-Qur’an menginformasikan bahwa air laut dijadikan meluap, tidak dapat kita pahami, bagaimana meluapnya? Kita yakin, karena firman Allah pasti benar.

Tsunami Memberika Kejelasan

Gempa bumi yang berpusat di lautan menyebabkan tsunami. Yaitu gelombang pasang di laut yang meluapkan air kedaratan melebihi batas air pasang seperti biasanya. Gelombang ini selalu menerjang apa saja di daratan yang dilaluinnya. Rumah roboh dan hanyut, kapal-kapal besar terdampar di tengah kota, mobil-mobil terdampar di atap rumah bertingkat. Jasad manusia, binatang besar maupun yang kecil, serpihan-serpihan kayu hanyut terbawa gelombang pasang. Kemudian ada yang hanyut kembali menuju laut bersama gelombang yang surut. Kejadian seperti ini dapat dilihat pada gambar maupun rekaman tsunami di Aceh (Ahad, 26 Desember 2004), mau pun tsunami di Jepang yang didahului oleh gempa bumi (Jum’at, 11 Maret 2011). Kejadian ini dapat dijelaskan tentang lautan yang meluap menjelang kiamat nanti.

Bagaimana terjadinya gelombang? Semula terjadi keruntuhan, ambrol mau pun pecah pada lapisan tanah di dasar laut. Karena itu, rongga di dalam tanah terisi air laut. Akibatnya permukaan air laut menyurut dan banyak ikan yang terdampar. Tetapi setelah rongga-rongga itu terisi, terjadilah gerak balik gelombang ditambah gerak air dari sekitar berusaha mengisi tempat yang airnya surut itu, dengan kekuatan yang besar. Karena itu, gerak balik membawa air laut sampai meluap jauh melebihi garis pasang. Benda-benda yang diterjangnya tersapu olehnya. Demikian analisis gempa dan tsunami di Aceh pada Ahad, 26 Desember 2004 silam.

Ada pun gempa dan tsunami di Sendai, Jepang, menurut M. Ma’rudin Sudibyo yang pengamat astronomi, berdasarkan analisis seismogram dari 60 stasiun gempa global, merupaka hasil pematahan segmen kerak bumi bagian pinggiran lempengan Eurasia seluas 52.900 km2 yang bergerak melenting ke timur sejauh rata-rata 17,8 meter. Akibatnya, terjadi pengangkatan dasar laut setinggi 4,3 meter dari semula. Akibatnya, lebih dari 100.000 km2 air di atasnya bergolak dengan hebat, yang menyebabkan gelombang pasang berkecepatan 750 km/jam di lautan bebas. Setelah mencapai pantai kecepatannya banyak berkurang sampai di bawah 40 km/jam (Suara Merdeka, Senin, 28 Maret 2011, hal. 19).

Bencana Tsunami

Gempa bumi di Jepang (Jum’at, 11 Maret 2011, jam 12:46 WIB atau 14:46 waktu setempat) berpusat di sebelah timur kota Sendai sejauh 130 km atau 300 km timur laut Tokyo, di kedalaman 24 km dari permukaan laut, dengan kekuatan 9 SR. kota Sendai luluh rantak. Beberapa pesawat terbang di bandara Sendai terbawa hanyut gelombang tsunami setinggi 10 meter tersebut. Mobil-mobil berserakan, kapal tanker terseret tsunami sampai ke tengah kota. Ribuan jiwa manusia melayang.

Bencana berikutnya ialah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Fukushima, yaitu Fukushima 1, meledak pada 12 Maret 2011 dan Fukushima 3 juga meledak pada 14 Maret 2011. Ledakan yang kedua ini telah menewaskan sebanyak 10.000 orang. Lebih dari 180.000 orang diungsikan dari kawasa itu danada sekitar 160 orang ditemukan terkena radiasi sinar radioaktif yang sangat berbahaya. Kejadian ini juga sedikit menambah kejelasan tentang kehebatan hari kiamat nanti.

Tentang seberapa bahayanya sinar radioaktif dari PLTN ini, E.F Schumacher (Kecil Itu Indah, 1970, hal. 127) telah memberika peringatan, bahwa perubahan alam yang ditimbulkan oleh manusia yang paling besar danbahaya adalah pemisahan nuklir (nuclear fission) secara besar-besaran yang radiasinya menyebabkan pencemaran lingkungan hidup yang merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup manusia. Sekali saja terjadi, maka kekuatan radiasi itu tidak akan berkurang oleh reaksi kimiawi atau campur tangan fisik. Hanya waktu yang dapat menguranginya. Bahkan ada radiasi yang berlangsung hampir tanpa batas waktu. Untung saja sekarang radiasinya mulai berkurang, bahkan hamper tidak ada. Maka bahan radioaktif  itu harus disimpan ditempat yang aman, agar tidak membahayakan kehidupan. Bukan saja bagi yang langsung terkena radiasi, tetapi juga keturunannya. Di mana bahan yang berbahaya itu harus disimpan? Ternyata di dunia ini tidak ada tempat yang aman untuk menyimpannya. Demikian E.F Schumacher (hal. 128).

Akibat radiasi tersebut, orang dapat meninggal karena kanker dengan penderitaan yang panjang. Orang atau keturunannya dapat bertahan hidup namun idiot. Demikian yang terjadi akibat radiasi karena ledakan nuklir di Chernobyl, Ukraina 24 tahun yang lalu. Karena demikian besarnya bahaya radiasi ledakan nuklir, seorang fisikawan dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Prof. Dr. Like Wilarjo, ,M.Sc., berpesan : Lupakan (saja) membangun PLTN di Indonesia. Lupakan! (Suara Merdeka, Ahad, 27 Maret 2011).

Zaman Nabi Nuh AS

Al-Qur’an surah Huud ayat 37 menyatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Nuh AS supaya membuat sebuah perahu besar yang ditumpangi bersama-sama pengikutnya yang beriman, jika nanti terjadi banjir besar. Orang-orang kafir menertawakannya, karena secara empiris tampak tidak mungkin tempat tinggal mereka terjangkau oleh banjir. Tempat tinggal Nabi Nuh AS terletak di Kufah, sejauh 500 km dari pantai laut teluk Persia.

Al-Qur’an menyatakan bahwa Allah SWT menurunkan air hujan tercurah dari langit dan bumi memancarkan banyak mata air. Lalu yang terjadi seperti firman-Nya: “Maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan”. (Q.S. Al-Qamar 54:12). Pertemuan air dari langit dan air dari bumi itu menyebabkan banjir besar. Sungai Furat sudah tidak dapat menampung volume air yang semakin banyak dan akhirnya airnya meluap. Perahu Nabi Nuh AS yang ditumpangi para pengikutnya yaitu orang-orang yang beriman terhayut oleh gelombang pasang setinggi gunung. Setelah air surut, perahu itu terdampar di gunung Judi (Q.S. Huud 11:42-44), yaitu puncak tertinggi pegunungan Ararat di Armenia. Menurut peta yang dibuat oleh Dr. Shauqi Abu Khalil (Atlas of the Qur’an, Places, Nation, Landmarks, 2003,hal. 29) menunjukkan bahwa Gunung Judi terletak di bagian hulu sejauh 550 km dari Kufah. Jadi, Gunung Judi terletak di 1050 km dari Teluk Persia, tempat bermuaranya sungai Furat yang melalui kota Kufah tersebut.

Banjir pada zaman Nabi Nuh AS ini sebagai akibat dari berkumpulnya air hujan, air yang memancar dari bumi dan air laut di Teluk Persia. Pertemuan air dari berbagai arah itulah yang menimbulkan gelombang tsunami yang besar.

Peringatan Dari Allah

Banjir besar pada zaman Nabi Nuh AS adalah untuk menghukum orang-orang yang tidak mau beriman. Ada pun bencana-bencana yang ada sekarang adalah cobaan bagi orang yang beriman dan peringatan bagi orang yang kafir supaya mau beriman. Seberapa pun kehebatan kemampuan seseorang, tetaplahsangat lemah di hadapan Allah. Allah SWT melarang kita untuk terlalu bangga atas harapan yang terluput maupun terlalu bangga atas hasil yang dicapai. Sebab semua itu sudah tertulis sebagai suratan takdir dari Allah (Q.S. Al-Hadid 57:22-24).

Bagi orang yang beriman, kesambaran dalam menghadapi bencana bernilai ibadah. Bencana itu jika dihadapi dengan sabar akan mengurangi dosa-dosa yang telah dilakukan. Nabi SAW bersabda: “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, Dia akan menyegerakan siksa (atas dosa-dosanya) di dunia ini dan jika Dia menangguhkan siksa atas dosanya sampai dia meninggal dangan membawa dosanya di hari kiamat”. (HR. Tirmizi, dan Al-Hakim. Tirmizi menilai hadis ini sebagai hadis hasan).

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah memandang bahwa musibah-musibah itu adakah suatu kenikmatan, karena hal itu akan menghapuskan dosa-dosa, mengajak kea rah kesabaran yang akan diberi pahala, menuntut untuk kembali kepada ajaran Allah dan merendahkan diri kepada Allah serta kemaslahatan yang besar lainnya (Abdurrahman bin Hasan Alisy-Syaikh, Fathul  Majid, Syarhu Kitabit-Tauhid, hal. 374). Jadi, ada hikmah di balik musibah. 
TAMAT

SEMOGA YANG SAYA TULIS INI BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA

Kamis, 04 Agustus 2011

Seputar Arah Kiblat

Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya…”. (Q.S. Al-Baqarah 2:144)


Perintah Langsung

Shalat adalah ibadah yang pertama kali diwajibkan kepada umat Islam dan perintahnya langsung kepada Rasulullah SAW tanpa ada perantara. Jika perintah-perintah ibadah yang lain diwajibkan oleh Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril, maka perintah shalat ini langsung diterima oleh Rasulullah SAW di saat terjadinya kejadian Isra’ Mikraj.

Batas Islam dan Kafir

Shalat adalah amalan yang membedakan antara orang Islam dengan orang kafir, sehingga orang Islam yang dengan sengaja meninggalkan shalat adalah kafir. Rasulullah SAW bersabda: “Janji yang terkait erat antara kami dengan mereka adalah shalat. Maka siapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir”. (HR. Ahmad dari Buraidah). Dalam riwayat lain disebutkan: “Batas antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat”. (HR. Muslim dan Ahmad dari Jabir RA).

Menghadap Kiblat

Syarat sah shalat selain suci dari hadas besar dan hadas kecil, menutup aurat dari pusar hingga kedua lutut bagi laki-laki dan menutup aurat bagi perempuan ialah seluruh anggota tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan, maka mengadap kiblat termasuk syarat sah shalat. Rasulullah SAW mengingatkan: “Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah ke (arah) kiblat”. (HR. Muslim dari Khalad bin Rafi’). Menghadap kiblat ketika melaksanakan shalat wajib dilakukan, tidak ketika shalat dilakukan dalam posisi berdiri saja. Dalam posisi duduk (karena sakit) pun harus juga menhadap ke kiblat, yaitu ke Ka’bah di Masjidil Haram. Sebagaimana firman-Nya: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu kea rah Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Baqarah 2:149).

Pemindahan Kiblat

Firman Allah SWT mengenai pemindahan arah kiblat, dimana Rasulullah SAW pertama kali shalat menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina, kemudian pindah ke Masjidil Haram, hal ini tersurat dalam beberapa ayat di surat Al-Baqarah. Dahulu ketika Rasulullah SAW berada di Mekah, beliau shalat menghadap ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) di Palestina atas perintah Allah SAW, padalah Rasulullah SAW berada di antara Rukun Yamani dan Rukun Syami di sebelah Selatan (yang saat ini berhadapan dengan Pintu Perpisahan dan menghadap ke utara ke arah Baitul Maqdis, sedangkan Ka’bah berada di hadapannya). Dan ketika itu kaum Musyrikin Arab, para pendeta, dan orang Yahudi berkiblat ke arah Baitul Maqdis. Ketika Rasulullah SAW dan para sahabat diusir dari Mekah dan hijrah ke Madinah, beliau masih shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 17 bulan. Kemudian Rasulullah SAW banyak berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar disuruh menghadap ke Ka’bah di Masjidil Haram yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim. Maka Allah SWT memenuhi doanya dan diperintahkan menghadap ke Ka’bah, sebagaimana firman-Nya di atas.

Pertama Menghadap Kiblat

Atas perintah SWT, Rasulullah SAW pu memberitahukan kepada khalayak agar mulai saat itu shalatnya menghadap ke Ka’bah di Masjidil Haram sebagai pengganti kiblat sebelumnya, yaitu Baitul Maqdis. Shalat pertama Nabi SAW menghadap ke Ka’bah ialah sewaktu menjalankan Shalat Ashar, sebagaimana dikemukakan dalam Shahihain, dari hadis Al-Barra’ RA: “Sesungguhnya Rasulullah SAW shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan. Beliau merasa heran kalau kiblatnya adalah Baitul Maqdis sebelum Ka’bah. Shalat pertama menghadap Ka’bah ialah shalat Ashar. Beliau shalat bersama orang-orang. Lalu, salah seorang jamaah keluar dari masjid dan menuju para jamaah masjid lainnya yang ternyata sedang dalam keadaan ruku’. Dia berkata: ‘Aku bersaksi atas nama Allah, aku telah benar-benar mendirikan shalat bersama Nabi SAW menghadap ke Mekah!’ Maka orang-orang pun berputar menghadap ke Baitullah (Ka’bah)”.

Timbul keraguan

Tatkala terjadi pemindahan kiblat ini dari Baitul Maqdis ke Baitullah (Ka’bah) timbullah pada sebagian kaum musyrikin, munafiqin, dan Ahli Kitab keraguan. Mereka meragukan apa yang terjadi. Mereka berkata: “Apa yang telah memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu dipegangnya?” Apa yang membuat kadang-kadang berkiblat ke Baitul Maqdis dan adakalanya berkiblat ke Ka’bah? Dijawab oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat”. (Q.S. Al-Baqarah 2:142). Maksudnya ialah segala persoalan itu kepunyaan Allah SWT, maka ke mana pun kamu menghadap, maka di sanalah wajah Allah.

Wujud Keimanan Seseorang

Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajah kea rah Timur dan Barat, namun kebaktian itu dengan berimannya seseorang kepada Allah SWT, yaitu ke mana pun Allah mengarahkan kita, maka ke sanalah kita menghadapnya. Karena kesempurnaan ketaatan itu, adalah dengan menjalankan berbagai perintah-Nya, walau pun setiap hari Allah SWT mengarahkan kita ke berbagai arah, karena kita adalah hamba-Nya yang berada di bawah pengaturan-Nya. Allah SWT berfirman: “…Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot…”. (Q.S. Al-Baqarah 2:143).

Menanyakan Arah Kiblat

Apabila kita kebetulan berada di luar kota dan tidak mengetahui arah kiblat shalat, maka haruslah bertanya dahulu kepada orang sekitar yang mengetahuinya. Jika tidak ada orang sekitar yang dapat menunjukkan, maka diperbolehkan untuk melakukan ijtihad menentukan arah kiblat tersebut dan melaksanakan shalat atas dasar pertimbangan dan keyakinan sendiri. Kemudian bila ternyata keliru arah, maka tidak perlu mengulangi shalatnya. Dan dalam keadaan seperti itu shalatnya tetap sah.

Ke Arah Mana Saja

Diperbolehkan shalat tidak menghadap ke arah Ka’bah dalam situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya dalam peperangan, kondisi ketakutan dan dalam shalat nafilah (shalat sunnah) di atas kendaraan dalam perjalanan (shafar). Firman-Nya: “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…”. (Q.S. Al-Baqarah 2:239). Sabda Ibnu Umar: “Adalah Nabi SAW mengerjakan shalat sunnah di atas untanya sesuai dengan arah kendaraannya dan mengerjakan shalat witir di atasnya (juga), namun beliau tidak pernah shalat wajib di atasnya”. (Muttafaqun ‘alaih: HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain, dari Amir bin Rabi’ah, ia berkata: “Kami pernah bersama Nabi SAW dalam satu perjalanan di malam yang gelap gulita, kemudian kami tidak tahu di mana arah kiblat, maka masing-masing di antara kami shalat sesuai arah (yang diyakini masing-masing). Tatkala pagi hari kami ceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, kemudian turunlah ayat ‘…Maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah…’. (Q.S. Al-Baqarah 2:115)”. (HR. Ibnu Majah, dan Tirmizi)

Shalat Di Dalam Pesawat

Jika tiba waktu shalat, seorang Muslim yang berada di pesawat wajib melaksanakan shalat sesuai kemampuannya. Jika tidak memungkinkan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud, maka hendaklah dilakukan sambil duduk, ruku’ dan sujudnya dengan membungkukkan badan (sujud lebih rendah dari pada ruku’nya). Allah SWT berfirman: “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (Q.S. At-Taghaabun 64:16). Yang lebih utama adalah shalat di awal waktu, tetapi jika ia menundanya sampai akhir waktu dan baru melaksanakannya setelah mendarat, maka itu pun boleh. Demikian pula hukumnya shalat di dalam mobil, kereta api, dan kapal laut. Arah shalatnya menghadap ke arah lajunya kendaraan yang kita naiki. Sebagian ahlul ilmi dari golongan Maliki berpendapat tidak sah shalatnya, karena sahnya shalat adalah di atas tanah atau di atas sesuatu yang berhubungan langsung dengan tanah seperti kendaraan bermotor, keretaapi, unta, dll. Berdasarkan sabda Nabi SAW: “Tanah ini telah dijadikan tempat sujud bagiku dan dijadikan alat bersuci”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Jangan Resah

Penggeseran lempeng bumi yang setiap tahun akan berdampak bergesernya arah kiblat shalat dan ketika suatu saat matahari berada tepat di atas Ka’bah, seperti pada tanggal 16 Juli 2011, jam 16.27 WIB. Sebenarnya tidak perlu dirisaukan,karena bergesernya kiblat akibat bergesernya lempengan bumi sangat kecil dan tidak terlalu berarti. Rasulullah SAW bersabda: “Di antara Timur dan Barat itu terdapat kiblat”. (HR. Tirmizi). Status hadis ini hasan shahih. Secara harfiah, hadis ini berarti antara Timur dan Barat secara keseluruhan terbentang kiblat. Seandainya diwajibkan harus tepat di titik kiblat (Ka’bah), maka orang yang shalat jauh dari Ka’bah tidak sah shalatnya jika barisan shafnya memanjang lurus karena tidak akan bertemu pada satu titik. Tidak apalah bergeser sedikit asal posisi shalatnya ke arah Ka’bah berada. TAMAT

SEMOGA YANG SAYA TULIS INI BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA

Selasa, 02 Agustus 2011

Beberapa Catatan Singkat Tentang Shaum Ramadhan 4 (terakhir)

Maka selama bulan Ramadhan, lidah sangat perlu dikendalikan antara lain tidak mengucapkan kata-kata yang sia-sia yang tak bermanfaat. Apa lagi di dalam ayat 1-3 surat Al-Mukminuun, ada peringatan dari Allah SWT, yaitu: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”.

Artinya kalau seorang ingin menjadi mukmin yang beruntung, ia harus menjahui semua yang sia-sia, baik ucapan maupun perbuatan. Kalau tidak, maka keislamannya perlu dipertanyakan. Sebab Nabi SAW bersabda: “Termasuk baiknya keislaman seseorang dia menanggalkan segala yang sia-sia (tidak bermanfaat) baginya”. (HR. Al-Imam, At-Tirmizi, dan Ibnu Majah).

Selain itu Nabi SAW pernah berpesan: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia hanya mengatakan yang baik saja atau hendaklah ia diam…”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah). TAMAT

SEMOGA APA YANG SAYA TULIS INI BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA

Senin, 01 Agustus 2011

Beberapa Catatan Singkat Tentang Shaum Ramadhan 3

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang - orang sebelum kamu supaya kamu bertaqwa (Q.S Al-Baqarah 2:183)


Anas bin Malik RA mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada makan sahur terdapat barokah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik dan Zaid bin Haritsah memberitakan: “’Kami makan sahur bersama Nabi kemudian beliau berdiri untuk Sholat Subuh, saya (Anas bin Malik) bertanya kepadanya: “Berapa waktu antara adzan dan sahur?” Beliau menjawab: “Kurang lebih sepanjang bacaan lima puluh ayat” ”’. (HR. Bukhari dan Muslim)

Jihat melawan hawa nafsu

7. Jihad sering diartikan berperang secara fisik melawan musuh-musuh Allah. Tetapi ada lagi jihat dalam bentuk lain yang kadarnya jauh lebih ringan, di antaranya jihat melawan hawa nafsu merokok seusai berbuka dan makan sahur. Sebab merokok pada hakikatnya bukan kebutuhan, tetapi hanya pemenuh hawa nafsu yang menimbulkan mafsadah. Tidak ada di dunia Islam sebuah Lembaga Fatwa yang menfatwakan merokok hukumnya halal.

Shaum yang hakiki akan menghasilkan taqwa, sedang muttaqin ialah orang yang meninggalkan apa saja yang tidak disukai Allah, termasuk merokok. Kita berdoa kepada Allah semoga Allah SWT memberi kemampuan berhenti merokok kepada saudara-saudara kita yang masih juga merokok. Kita juga berdoa semoga saudara-saudara kita yang tidak merokok, tetapi di tokonya terdapat rokok yang dijual, semoga sadar bahwa menjual rokok sama hukumnya dengan menghisap rokok. Sebab di dalam Islam, ada qaidah bahwa apa yang diharamkan mengonsumsinya, diharamkan pula menjualnya, termasuk narkoba dan semacamnya.

8. Shaum Ramadhan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Orang yang sengaja tidak mau menjalankannya berarti mustakbir (sombong) kepada Allah dan akibatnya, di akhirat nanti, ia akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Dasarnya antara lain dari firman-Nya: “Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk (ke dalam) neraka Jahannam dalam keadaan hin dina”. (Q.S. Al-Mukmin 40:60).

Kewajiban kepala keluarga

Adalah kewajiban kepala keluarga mendakwahi anggota keluarganya, agar menjalankan shaum Ramadhan. Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim 66:6)

9. Menunaikan ibada qiyamul Ramadhan (tarawih) di masjid Allah hukumnya sunnah. Tetapi sayang, salah satu kenyataan menyedihkan di kalangan umat Islam tidak / belum menerapkan adab-adab di dalam masjid, seperti seenaknya saja melewati di depan orang yang sedang shalat tanpa sutrah (pembatas). Penyebabnya ialah karena ketidak-tahuan atau ketidak-pedulian atau bahkan kedua-duanya sekaligus. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan-ketimpangan itu diantaranya ialah melakukan kegiatan tafaqquh fiddin (ta’lim khusus fiqhus shaiah). Kemudian tentang bagaimana besarnya dosa melintasi di depan orang yang sedang shalat tanpa sutrah, Nabi SAW bersabda: “Andainya orang mengetahui betapa besarnya dosa melintasi orang yang sedang sholat (tanpa sutra) maka menunggu selama empat puluh lebih baik baginya daripada melintasinya”. (HR.Muslim). berkata Abu An-Nadiar: “Saya tidak tahu yang dimaksud empat puluh itu apakah empat puluh hari atau empat puluh bulan, atau empat puluh baru”.

Boleh menghitung-hitung uang

10. Keliru kalau ada orang yang menganggap bahwa Al-Qur'an surah Al-Humazah ayat 1-2, bahwa pada bulan Ramadhan, tidak boleh menghitung-hitung uang. Yang tidak keliru ialah menghitung-hitung uang boleh atau mubah, asal dizakatkan, bila nishabnya sudah mencukupi. Allah SWT berfirman: "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang". (Q.S. Al-Humazah 104:1-9)

11. Kalau ada seorang mualaf yang masih ragu-ragu akan wajibnya menjalankan shaum Ramadhan dan masih ragu akan janji Allah terhadap pelakunya, ia tidak boleh dikecam, karena keyakinannya masih belum sempurna. Di sisi Allah SWT ia belum mukmin yang hakiki. Mukmin yang hakiki adalah seperti diungkapkan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar". (Q.S. Al-Hujuraat 49:15)

Amal yang disukai Allah

12. Salah satu amal yang sangat disukai oleh Allah pada bulan Ramadhan ialah mengekang emosi marah. Nabi SAW bersabda: "Siapa yang mampu menahan amarah sedangkan ia mampu melakukannya, niscaya Allah akan memanggilnya di hadapan makhluk-makhluknya sehingga Dia memilihkan untuknya bidadari yang disukainya". (HR.Tirmizi)

13. Kenyataan membuktikan bahwa banyak orang yang selama Ramadhan, tidak menjalankan shaum dan qiyamul Ramadhan. Lalu timbul pertanyaan: "Mengapa Allah Yang Maha Kuasa, yang dapat berbuat apa saja, tidak menggunakan kekuasaan dan kemampuan-Nya untuk memaksa manusia, sehingga tak seorangpun yang tidak taat kepadan-Nya?"

Jawabannya  dapat ditemukan di dalam banyak firman-Nya, diantaranya: "Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang lurus)". (Q.S. An-Nahl 16:9)

14. Ibarat murid di sekolah, ada murid yang prestasi belajarnya dihargai guru, ada yang tidak. Shaaim (orang yang berpuasa) yang shaumnya tidak dihargai Allah SWT di antara lain ialah yang ucapan dan perbuatannya palsu. Nabi SAW bersabda: "Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan palsu, maka Allah tidak akan menghargai pengorbanannya berlapar dan dahaga". (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dll dari Abu Hurairah)