Minggu, 31 Juli 2011

Beberapa Catatan Singkat Tentang Shaum Ramadhan 2

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang - orang sebelum kamu supaya kamu bertaqwa (Q.S Al-Baqarah 2:183)


Pola makan orang kafir

Di dalam ayat ini Allah menyamakan pola makan orang kafir dengan pola makan binatang, karena ciri-ciri binatang tidak pernah menjalankan shaum Ramadhan, orang kafir pun demikian. Dan Allah SWT melarang hamba-Nya yang mukmin muniru cara hidup kedua makhluk tersebut. Bentuknya manusia, tetapi sifatnya seperti binatang, karena tidak menggunakan potensi akalnya untuk memahami syariat Allah. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (Q.S. Al-A’raaf 7:179). Semoga saja Allah menganugerahi kita kemampuan untuk selalu merenungi ayat-ayat-Nya, sehingga di sisi Allah SWT, kita lebih mulia dari makhluk-Nya yang lain. Amin.

Membunyikan meriam bambu

3. Di kalanggan tertentu, pada bulan Ramadhan, ada perbuatan yang dapat mengganggu warga, antara lain membunyikan meriam bambu atau petasan, yang suaranya sangat menyakitkan indra pendengaran. Syariat melarang perbuatan tersebut, bahkan Islam melarang segala macam perbuatan yang dapat mengganggu orang banyak yang dalam istilah Islam dinamakan penzaliman. Tentang penzaliman ini Allah SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi: “Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan penzaliman terhadap diri-Ku, dan Aku jadikan penzaliman itu haram di antara sesama kalian, naka janganlah kalian saling menzalimi…”.

Seseorang itu dapat dikatakan muslim kalau lidah dan tangannya tidak mengganggu muslim yang lain, sebagaimana Nabi SAW bersabda: ”Orang Muslim adalah orang yang menyelamatkan orang-orang Islam dengan lidah dan tangannya”. (Sahih Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru bin Ash). Dan Nabi SAW juga bersabda: “Siapa yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga hendaklah ia beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah ia memperlakukan orang lain sebagaimana ia diperlakukan orang lain”. (HR. Muslim).

Jabir RA, salah seorang sahabat Nabi SAW mengatakan: “Kelau engkau bershaum, hendaklah pendengaran, pandangan, dan lidahmu bershaum juga dari berdusta dan dari semua yang haram dan jauhilah menyakiti tetangga dan hendaklah engkau dalam ketenangan dan keteguhan. Janganlah engkau menjadikan (keadaan) hari shaummu sama dengan hari berbukamu (tiada perubahan)”.

Harus Sabar

Namun sikap kita terhadap orang-orang yang tidak paham bahwa mereka telah berbuat zalim itu, harus sabar dan mendoakan, semoga Allah SWT membimbing dan menerangi hati mereka agar tidak melakukan sesuatu yang tidak jelas dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

4. Ada orang yang ketika berbuka, makan dalam jumlah sangat banyak, melebihi kebutuhan tubuhnya. Allah SWT melarang sikap yang demikian dan Nabi SAW juga mengingatkan dalam sabdanya: “Orang mukmin makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dalam tujuh usus”. (Sahih Al-Bukhari). Maksudnya ialah orang mukmin dalam hal makan janganlah meniru orang kafir yang makan dalam jumlah banyak.

5. Tentang kebolehan berbuka bagi shaim yang sedang safar (perjalanan), Allah SWT berfirman: “…Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa), sebanyak hari yang ia tinggalkan itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesungkaran bagimu…”. (Q.S. Al-Baqarah 2:185). Ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW: “Bolehkah aku berpuasa dalam safar?” beliau SAW bersabda: “Berpuasalah jika engkau mau dan berbukalah jika rngkau mau”. (Sahih Al-Bukhari 4/156 dan Sahih Muslim No. 1121). Hadis tersebut diriwayatkan oleh Aisyah RA, menurut Aisyah yang bertanya itu adalah Hamzah bin ‘Amzil Islamy.

Jadi dalam hal ini Nabi SAW menyerahkan keputusan Hamzah, yang imannya sangat kokoh. Kalau merasa kuat, sebaiknya tetap bershaum. Sebaliknya, kalau merasa tidak kuat, sebaiknya berbuka. Apalagi jika sampai menimbulkan masalah.

Dalam riwayat lain, Hamzah Al-Islamy bertanya kepada Nabi SAW: “Wahai Rasulullah! Aku dapati bahwa diriku kuat untuk shaum dalam safar, berdosakah aku?” maka Nabi SAW menjawab: “Itu merupakan kemurahan dari Allah SWT, barangsiapa menggunakannya maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk terus shaum maka tidak ada dosa baginya”. (HR. Muslim).

Tidak Berdosa

Kesimpulannya ialah tetap bershaum selama dalam perjalanan tidak berdosa. Kecuali kalau yang bersangkutan tidak mampu dan akan menimbulkan masalah, maka berbuka menjadi wajib baginya, kemudian diganti pada kesempatan yang lain.

Hanya yang penting jangan saling mencela antara orang yang shaum dengan orang yang tidak shaum pada waktu safar (berpergian). Dalam satu riwayat, Anas bin Malik berkata: “Kami pernah melakukan safar dengan Rasulullah SAW (pada bulan Ramadhan), orang yang puasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang berpuasa”. (Sahih Al-Bukhari 4/163 dan Sahih Muslim No. 1118).

Lebih lanjut, diriwayatkan dari Sa’id Al-Khudry ia berkata: “Pada suatu hari kami pergi berperang bersama Rasulullah pada bulan Ramadhan. Di antara kami ada yang shaum dan ada yang berbuka. Yang shaum tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka tidak mencela yang shaum. Mereka berpendapat bahwa siapa yang merasa mampu lalu shaum, hal itu adalah baik untuknya dan barangsiapa yang lemah lalu berbuka, maka itu juga baik baginya”. (HR. Ahmad dan Muslim).

Begitu antara lain sikap para sahabat yang tidak saling membid’ahkan, tidak saling mencela, dan menyalahkan. Apa lagi Allah SWT telah berfirman: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu, dan takutlah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.S. Al-Hujuraat 49:10).

Firman Allah SWT ini sejalan dengan firman Allah dalam ayat 71 surat At-Taubah: "Dan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain...".

Ini artinya sesama  mukmin seharusnya saling menolong bukan sebaliknya, saling mengejek dan saling mencela. Tetapi setan atau iblis tidak senang sesama mukmin guyub dan hidup ikhwanul islamiyah. Yang diinginkannya, sesama muslim saling mencaci, saling membenci, dan saling berburuk sangka. Bersahabat akrab dengan orang saling mencela dan membid'ahkan ibadah sesama muslin bisa membuat kita tertular penyakit buruknya itu. Maka sebaliknya kita hanya akrab dengan orang saleh saja, sebagaimana sabda Nabi SAW: "Sesungguhnya perumpamaan berkawan dengan orang yang saleh dan berkawan dengan orang jahat adalah seperti perumpamaan (berteman dengan) penjual parfum dengan tukang besi. (Berkawan dengan) penjual parfum, mungkin ia akan memberi parfum kepadamu atau mungkin saja engkau akan membeli darinya atau akan mendapat aroma harumnya. (Berbeda mana kala berteman dengan) tukang besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu atau engkau akan mendapat aroma yang tidak sedap". (Sahih Al-Bukhari, Kitab Jual Beli: 1959).

6. Umat islam sambil menunggu santap sahur terhidang, bukan menonton tayangan televisi yang terkadang melecehkan islam, tetapi membaca Al Qur'an. Tetapi ada yang jusru sebaliknya. Ini sebuah dilema. Disatu sisi, umat islam belum mampu mendirikan stasiun televisi yang menayangkan tayangan yang benar-benar islami dan tidak melecehkan islam, sementara di satu lain, para mutasahhirin (orang-orang yang bersahur) tidak punya pilihan lain, sehingga akhirnya mereka menjadi pemirsa tayangan yang sebagian melecehkan syariat islam. Yang islami ketika menunggu santap sahur, yaitu membaca Al Qur'an pada bulan Ramadhan, karena pada bulan Ramadhan segala kebaikan dilipat-gandakan oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi SAW: "Siapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka dia mendapat satu kebaikan dan satu kebaikan akan dilipat-gandakan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf". (Sahih At-Tirmizi 5/175).

Salah satu sunnah Nabi SAW ialah memuji Allah SWT seusai bersantap sahur, sesuai dengan hadis: "Sesungguhnya Allah senang kepada hamba-Nya yang memuji Allah setelah makan dan minum..." (HR. Muslim dari Anas RA). Oleh sebab itu selalulah mengucapkan tahmid seselsai sahur.

Salah satu kebiasaan tak terpuji di sebahagian masyarakat ialah tidur setelah bersantap sahur dan bukan ke Masjid. Penyebabnya antara lain ialah santap sahur dilakukan bukan menjelang masuknya waktu shalat Subuh, tetapi pada awal malam. Padahal sunnah Nabi SAW dalam bersahur ialah menjelang masuknya waktu  shalat Subuh.

Kita umat Islam sebaiknya harus berbeda dengan kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani), yang tidak bangun sahur dalam berpuasa. Nabi SAW bersabda: "Pembeda antara shaum kita dengan shaumnya ahlul kita (adalah) adanya makan sahur". (HR. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar